Central Kalimantan

Semboyan dan Logo Central Kalimantan,Indonesia


Lambang Daerah Provinsi Kalimantan Tengah berbentuk segilima, dengan warna dasar Merah dan di tengah lambang berwarna hijau, dengan semboyan ISEN MULANG (Pantang Mundur).

Segi lima, adalah lambang falsafah hidup bangsa Indonesia adalah Pancasila.
Merah, adalah lambang keberanian, keperkasaan dalam menghadapi berbagai tantangan yang memecah belah persatuan dan kesatuan.

Hijau, adalah lambang kesuburan bumi Tanbun Bungai dengan berbagai kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

Talawang (Perisai), adalah lambang alat penangkis serangan musuh yang melambangkan kewaspadaan dan ketahanan masyarakat terhadap anasir - anasir yang merusak baik dari luar maupun dari dalam.

Belanga (Guci), adalah lambang barang pusaka yang bernilai tinggi, yang melambangkan potensi kekayaan alam Kalimantan Tengah.

Tali Tengang (Tali yang terbuat dari kulit kayu), adalah lambang kekokohan dan kekompakan yang tidak mudah di cerai beraikan.

Kapas dan Parei (Kapas dan Padi), adalah lambang bahan sandang pangan yang melambangkan kemakmuran bangsa Indonesia pada umumnya dan rakyat Kalimantan Tengah pada khususnya.

Bintang Lapak Lime ( Bintang Segi Lima), adalah lambang Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia.

Kambang Kapas (Bunga Kapas) 17 buah, Dawen (daun) 8 lembar dan Bua Parei (Buah Padi) 45 butir, adalah lambang Hari Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945.

Burung Tingang (Burung Enggang), adalah lambang pertanda kemakmuran dan kedinamisan serta tekat rakyat Kalimantan Tengah untuk ikut serta secara aktif pemeliharaan dan pelestarian lingkungan.

Mandau dan sipet (Parang dan Sumpit), adalah pasangan senjata yang di buat oleh nenek moyang Suku Dayak Kalimantan Tengah yang digunakan untuk bekerja, berburu dan menghadapi serangan musuh.

Garantung (Gong), adalah lambang bahwa masyarakat Kalimantan Tengah menjunjung tinggi kesenian, kebudayaan, berpandangan optimis dalam menghadapi berbagai tugas dalam suasana gotong royong sebagai lambang persatuan dan kesatuan.


by terry raban kusumanegara